Mengapa
mendaki gunung?
Menjelang
pagi di puncak Cikurai. Saya dan rombongan, tiga orang rombongan lain dari
Jakarta Timur dan satu orang pendaki solo dari Jawa Barat berdiri bersama-sama
di atas lahan yang tidak lebih luas dari satu buah lapangan sepakbola. Tidak
seberapa lama kami menunggu dan langit sedikit demi sedikit menjingga dan
semakin terang. Bulatan besar berwarna jingga yang muncul dari timur terus
meninggi, dan lautan awan terlihat semakin jelas di sekeliling kami. Dari arah
timur, potongan puncak gunung Slamet menyembul menembus awan sementara dari
arah barat bagian teratas segitiga Ciremai terlihat lebih besar. Di selatan,
garis pantai selatan laut Jawa samar terlihat. Sebuah pemandangan surgawi yang
membuat kami semua yang menyaksikannya begitu bersyukur.
Ilustrasi di atas rasanya sudah cukup untuk
menjadi alasan mengapa setiap pendaki gunung mau bersusah payah mendaki gunung
berjam-jam, membawa bepuluh-puluh kilogram beban di punggung, dan meninggalkan
kenyamanan empuknya kasur dengan memilih tidur di tenda. Mendaki gunung memang
memberikan keasyikan yang sulit didapatkan dari kegiatan wisata atau olahraga
lainnya.
Saya bukanlah seorang pendaki gunung kelas
berat. Tidak mesti setahun sekali saya melakukan pendakian, seingat saya,
terakhir saya melakukan pendakian adalah bersama teman-teman kantor dua tahun
lalu ke Gunung Gede. Pengalaman mendaki begitu menarik bagi saya sehingga jujur
saja saya kangen mendaki gunung. Berikut ini kira-kira yang menjadi alasan saya
mendaki gunung:
- Wisata. Pada dasarnya, wisata adalah usaha manusia untuk memuaskan
rasa ingin tahu akan tempat yang belum pernah didatangi. Wisata juga
dilakukan untuk membuat suasana rileks dan santai, melarikan diri dari
kepenatan aktivitas sehari-hari. Dengan mendaki gunung, saya mendapatkan
dua hal itu sekaligus. Bahkan, walaupun gunung tersebut pernah didatangi,
pengalaman mendaki gunung yang sama untuk kedua kalinya tetap saja berbeda
dan mengasyikkan.
- Melatih manajemen. Mendaki tidak hanya sekedar persiapan fisik di rumah, lalu bawa
tenda, ransel ukuran raksasa, kantung tidur, makanan lalu mendaki. Butuh
perencanaan yang matang agar pendakian berjalan dengan nyaman. Sebelum
melakukan pendakian biasanya ada perhitungan-perhitungan yang terkait
dengan manajemen makan, perlengkapan kelompok, manajemen waktu,
transportasi, dan perizinan.
- Belajar sabar. Pendakian yang sangat melelahkan akan membuat pertarungan di
dalam diri setiap pendaki untuk melawan lelah dan memotivasi diri agar
bisa sampai puncak. Seringkali hal ini tidak berjalan mulus, karena bisa
jadi pada saat kondisi tubuh kita masih fit, ternyata ada satu orang teman
kita yang tidak bisa melanjutkan perjalanan, sehingga kitapun harus ikut
tidak melanjutkan perjalanan. Memang yang terpenting dalam pendakian
bukanlah puncak, tapi proses untuk mengalahkan diri sendiri.
- Pengalaman batin. Mendaki gunung menjanjikan paket lengkap wisata fisik dan
batin bagi yang melakukannya. Melihat keindahan hutan, mencium bau hujan
yang bercampur humus, dan pemandangan surgawi di puncak, membuat kita
kesulitan sama sekali dalam membuat daftar hal-hal yang membuktikan bahwa
Tuhan itu tidak eksis.
Pasti ada lebih banyak lagi alasan kenapa
seseorang mendaki gunung yang bisa dituliskan oleh pendaki lain. Pengalaman
mendaki gunung tidak pernah tergantikan, karena seperti kutipan terkenal dari
seorang pendaki legendaris, George Mallory ketika ditanya mengapa ingin mendaki
gunung Everest, jawabannya adalah: Because it’s there. Sederhana,
tetapi memiliki makna yang sangat dalam.
PS: Ini bukan tulisanku. Ini adalah tulisan ayahku.
No comments:
Post a Comment