Saturday, February 8, 2020

Tips Membangun Perpustakaan Sekolah



Perpustakaan adalah jantung dari kegiatan pendidikan. Begitulah seharusnya, walaupun itu masih belum terjadi sepenuhnya di dunia pendidikan kita. Dengan adanya dana BOS yang disalurkan oleh pemerintah, peluang untuk menciptakan perpustakaan yang memadai sangat besar. Kendala utama dalam hal ini adalah sedikitnya tenaga pustakawan yang terdidik dan terlatih yang bekerja di sektor perpustakaan sekolah, khususnya sekolah dasar dan TK. Berikut ini adalah beberapa tips, berdasarkan pengalaman dan latar keilmuan saya, dalam membangun perpustakaan sekolah.
1.      Pengadaan
Pengguna utama perpustakaan sekolah adalah murid dan guru. Bahan pustaka yang dikoleksi oleh perpustakaan sudah seharusnya mampu mengakomodasi kebutuhan informasi penggunanya. Berikut ini adalah bagan koleksi perpustakaan sekolah secara umum:
Sekolah perlu membuat tim untuk proses seleksi bahan pustaka. Tahap pembuatan Silabus, RPP atau perangkat kurikulum pengajaran adalah waktu yang tepat untuk melakukan seleksi bahan pustaka untuk mendukung kegiatan pengajaran.
Bahan pustaka di sini diartikan dalam arti luas, maksudnya bentuk informasinya tidak hanya berbentuk buku, tetapi bisa audio-visual, poster, dsb.

2.      Skema pengelompokkan buku
Perpustakaan seharusnya membangun sistem yang memudahkan pengguna untuk menemukan buku yang mereka cari. Semakin sederhana semakin baik. Pengelompokan ini penting untuk ditentukan dari awal dan didiskusikan dengan pihak manajemen sekolah. Setiap sekolah bisa membuat skema yang bisa disesuaikan dengan keadaan sekolah masing-masing. Saya memberikan contoh skema klasifikasi yang kerap diaplikasikan pada sekolah-sekolah.

Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis koleksi mana yang boleh dipinjam dan yang tidak boleh di pinjam oleh siswa. Jika kita melihat bagan di atas, biasanya siswa hanya diperbolehkan untuk meminjam buku fiksi dan non-fiksi saja, sementara bahan pustaka lainnya hanya bisa dibaca di tempat atau tidak boleh diakses sama sekali.

Jika kita meminjam buku di perpustakaan, klasifikasi/kelompok buku yang kita pinjam akan terlihat dari label buku yang terdapat pada punggung bukunya. Dalam prakteknya, setiap kelompok buku akan memiliki prefiks (kode) tersendiri. Selain itu, untuk memudahkan siswa, bisa ditambahkan dengan penggunaan warna pada label bukunya. Berikut ini adalah skema pengelompokan buku yang bisa diterapkan:


·         Buku Fiksi
Buku fiksi dipisahkan menjadi dua: easy fiction dan fiction. Setelah prefiks, klasifikasi yang digunakan pada buku fiksi adalah 3 abjad nama keluarga pengarang (family name)

Easy fiction (E) adalah buku cerita yang didominasi oleh gambar yang besar yang terdiri dari kira-kira satu atau 3 kalimat di setiap halamannya. Pembaca buku ini adalah siswa TK s.d. siswa kelas 3 SD.

Fiction (F) adalah buku fiksi yang didominasi oleh teks dengan jumlah kalimat yang cukup banyak. Pembaca buku ini adalah siswa kelas 4 ke atas.

Misalnya buku berjudul Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, maka akan memiliki label pada bukunya adalah:
FIC
Prefiks untuk koleksi Fiction, dengan warna hijau

HIR

3 Abjad Pertama dari nama keluarga pengarang. Untuk nama pengarang Andrea Hirata, akan memiliki klasifikasi HIR


·         Buku Non-Fiksi
Buku non-fiksi adalah buku yang berisikan informasi/ pengetahuan umum. Untuk buku jenis ini ini digunakan klasifikasi Dewey dalam pemrosesan bukunya. Berikut ini adalah contoh label buku non-fiksi: Misalnya ada sebuah buku
matematika yang dikarang oleh Agus Wahyudi,hehehe, ini misal saja





510
Nomor klasifikasi Dewey untuk matematika

WAH

3 Abjad Pertama dari nama akhir pengarang


            Nomor klasifikasi Dewey adalah penomoran umum yang digunakan dalam pengklasifikasian buku-buku non fiksi. Sekolah anda bisa menggunakan software E-DDC yang dikembangkan oleh……Anda bisa mendownloadnya disini.

Jika sekolah anda menggunakan Bahasa Inggris, dan perpustakaan anda menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, maka website ini akan sangat membantu anda.

Untuk jenis koleksi selanjutnya anda bisa mengembangkannya sendiri.

3.      Gunakan Software Perpustakaan
Saat ini tersedia banyak sekali software manajemen perpustakaan yang bisa diunduh secara gratis. Software SLiM (Senayan Library Management) adalah yang paling saya rekomendasikan. Asli buatan Indonesia ,open source,  dan masih terus berkembang. Software tersebut dapat anda download di sini. Software tersebut sangat membantu anda dalam  hal: manajemen keanggotaan, sirkulasi, report, dsb.

4.      Gunakan Shelfmarker/penanda rak
Pembatas buku menandai halaman tertentu pada buku.Shelvemarker/penanda rak menandai posisi buku pada rak. Setiap shelf marker ditempeli nomor atau gambar yang berbeda dan akan dibawa oleh siswa yang masuk ke perpustakaan. Shelfmarker ini diletakkan pada posisi buku yang diambil siswa untuk dibaca, sehingga siswa tahu letak shelfmarker tersebut jika ia ingin mengembalikan bukunya kembali ke rak. Menghemat tenaga dan waktu, bukan?

5.      Kegiatan di perpustakaan
Perpustakaan akan lebih hidup jika ada banyak kegiatan yang memiliki misi kampanye membaca buku. Setiap kelas, setidaknya satu minggu sekali, seharusnya memiliki waktu rutin pergi ke perpustakaan. Selain itu, perpustakaan juga bisa mengadakan kegiatan mendongeng,klub buku, putar film, kuis mingguan, dsb.
Waktu khusus, seperti hari buku anak dunia yang jatuh setiap tanggal 2 April, bisa dijadikan momen untuk diselenggarakannya berbagai acara menarik. Sebagai contoh, di sekolah saya diadakan sebuah festival perpustakaan untuk memperingati hari buku anak dunia. Pada acara tersebut diadakan mendongeng bersama guru, kuis harian, dan mendekorasi pintu kelas seperti sampul buku.

6.      Pengembangan koleksi

Fiksi vs non-fiksi
Sepertinya masik banyak sekolah-sekolah di setiap jenjang di Indonesia yang menitikberatkan koleksi bahan pustakanya hanya pada buku-buku non-fiksi. Padahal, disarankan untuk di tingkat SD, perbandingan buku fiksi dan non-fiksi adalah 60 % : 40 %. Jadi banyak-banyaklah sekolah anda menyediakan buku-buku cerita yang menarik untuk murid anda.

Rasio buku tersedia per murid
Di sekolah-sekolah di Amerika, rasio rata-rata buku per murid adalah 1:25. Artinya, tersedia 25 buku untuk setiap siswa (item per pupil). Mungkin masih terlalu jauh untuk perpustakaan sekolah di Indonesia, tetapi setiap sekolah bisa menargetkan jumlah rasio tertentu, sehingga sekolah mampu membuat perencanaan yang terukur mengenai jumlah buku yang akan disediakan.
PS: Ini tulisan ayahku, bukan tulisanku