Saturday, January 25, 2020

Perjalanan Ke Gunung Papandayan



Halo, hari ini aku akan berbagi pengalaman mendaki Gunung Papandayan, Jawa Barat.
Perjalanan dimulai pada pagi hari di Jakarta Selatan. Ketika itu, aku mendaki bersama saudara dekat. Kami berangkat.
Kami melewati Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang penuh truk asal Sumatra. Mengalami macet di pertigaan tol arah Bandung. Macet berlalu, kami langsung jalan ke Tol Cipularang.

Tol Cipularang adalah salah satu jalan tol terekstrim di Indonesia, dengan medan menanjak-menurun dan berkelok cukup tajam, untuk ukuran jalan tol. Kami sampai di basecamp pada siang hari, setelah melewati jalur alternatif di dekat Cicalengka.
Di awal trek, perjalanan menembus belerang, yang baunya dapat membikin pusing. Treknya ringan, tidak seperti di gunung Slamet atau Mahameru. Kami sampai di Pondok Salada dalam hanya 3 jam.
Kami mendirikan tenda, masak, dan rehat. Anehnya, ada beberapa motor trail yang diparkir di dekat warung.
Pondok Salada sangat nyaman, aku bangun pukul 2:30 pagi untuk Summit Attack. Kami berangkat ke puncak, tapi treknya tidak jelas. Kami melewati hutan mati, yang entah kapan kebakaran.
Karena trek tidak jelas, kami memutuskan untuk pergi ke Tegal Alun, sebuah padang edelweis yang sangat indah.

  
Tegal Alun adalah titik terindah di Gunung Papandayan, dengan ratusan pohon edelweis. Biasa disebut sebagai surga edelweisnya Papandayan.
Kami turun ke Pondok Salada 1,5 jam setelah kami sampai di sana. Turun jauh lebih cepat dari pada naik.
Setelah sampai di Pondok Salada, kami langsung istirahat sekitar 1,5 jam. Kami turun ke titik awal, untuk naik Goldfren dan langsung pulang, yang untungnya bebas macet.
Tarif:
Masuk: 1 orang dewasa Rp 20.000, rombongan Rp 18.000
Parkir: Roda 2 Rp. 12.000/hari
             Roda 4 Rp 25.000/hari
             Roda 6 Rp 110.000/hari
            Sepeda Rp 7.000/hari
Sumber:
2.https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&ved=2ahUKEwi7-4no-J7nAhX87nMBHfJaAbkQjRx6BAgBEAQ&url=http%3A%2F%2Fwww.papandayan.info%2F2015%2F11%2Fpondok-salada.html&psig=AOvVaw0aQDN377_kv6eJ33nf52vq&ust=1580046467384666


Wednesday, January 22, 2020

Dari Lampung Ke Bali: Sekelumit Kisah Perjalanan 1 (Bagian 2)



Pagi itu, aku tengah bersiap-siap berangkat ke Jakarta, yang jaraknya 325 Km dari rumahku di kebun tebu di Lampung Tengah. Kami berangkat pukul 7, melewati Jalan Raya Lintas Timur Sumatra yang entah kenapa penuh begal, ke arah Pelabuhan Bakauheni.

Perjalanan dari rumahku ke Pelabuhan Bakauheni sangat melelahkan, karena jaraknya yang mencapai 200 Km sendiri, dengan waktu tempuh sekitar 5 jam.

Di pelabuhan, banyak bapak-bapak paruh baya, yang sedang berdiri di antara truk. Mungkin itu supir truk. Dari dulu, aku bertanya-tanya: Mengapa masih banyak orang miskin yang berjualan tidak tertib dan kadang, mungli atau membegal? Mungkin aku sudah dapat jawabannya sekarang; ini mungkin berasal dari rakyat kaya, yang tidak mau bayar pajak, dan aku sadar, mungkin aku salah satunya.

Tarif penyeberangan untuk mobilku adalah Rp 374.000,00, termasuk tarif semua orang yang ada di dalam mobil. Kapal-kapal yang ada di sana sekarang sudah cukup bagus dibanding dulu. Waktu tempuh kapal, yang jarak tempuhnya adalah 30 Km, sekitar 2 jam. Diluar musim liburan, waktu tempuh bisa mencapai 4 jam, karena waktu bongkar muatnya diperpanjang (lebih sulit bongkar muat diluar musim liburan, karena kebanyakan muatan kapal adalah truk, bukan mobil pribadi yang lincah berbelok dan ringan).

Kami sampai di Pelabuhan Merak pukul.... sebentar. Oh ya, pukul 14:00. Keluar dari kapal, kami langsung menuju ke Gerbang Tol Merak, yang sudah ada sejak tahun 80-an. Di tol, kami bertemu dengan truk-truk yang kadang muatannya overload. Kenapa bisa begitu? Aku bertanya-tanya, dan jawabannya belum kutemukan sampai sekarang. Aku menduga ada keterlibatanku, seperti pertanyaan diatas. Kami sampai di Jakarta, di rumah Mbah-ku, yang terletak di antara gang-gang sempit. Lagi-lagi muncul pertanyaan baru, yaitu mengapa masih ada gang-gang sempit, yang sangat rawan banjir? Mengapa orang-orang disana tidak dipindah ke rusun saja? Belum kutemukan jawabannya.

Kami melanjutkan perjalanan ke Bali 2 minggu kemudian. Kami tidak naik mobil Goldfren-keluargaku (begitu mobilku disebut namanya). Kami memesan taksi online di depan kantorpos dekat rumah saudaraku. Sopir taksi onlinenya sangat ramah. Sopir mengantar kami sampai Stasiun Pasar Senen.

Stasiun Pasar Senen sangat megah dan besar, mungkin salah satu stasiun terbesar di Jakarta. Kami makan di salah satu restoran yang ada disana. Makanannya cukup enak, sepadan untuk harga Rp 20.000,00.

Selang 20 menit, ada pengumuman; penumpang kereta api Kertajaya diharap masuk ke ruang boarding. Aku, serta keluargaku bergegas masuk kedalam ruang boarding, untuk menjalani pemeriksaan tubuh dari narkoba dan barang kami di-sinar X. Mirip seperti di pesawat, pikirku. Kami langsung menuju ke kereta kami. Uniknya, kereta kami sangat panjang, ada 15 gerbong. Kebetulan, ayahku memilih gerbong paling belakang, jadi agak repot untuk berjalan mencapai gerbong tersebut. Kereta kami berangkat tepat sekali pukul 14:00, tidak kelebihan atau kekurangan 1 detik pun. Keretanya ber-AC dan bagus walaupun kelas ekonomi, berbeda dengan dulu. Kami langsung berangkat. Tiba-tiba, belum juga melewati zona elektrifikasi Stasiun Cikarang, kereta kami menabrak, tidak tahu menabrak apa. Kereta kami di sempat tertahan lama di sebuah stasiun di sekitar Bekasi, sampai masinis kereta dipanggil kepala stasiun. Kami menunggu di dalam sekitar 1,5 jam.

Di hampir setiap stasiun pemberhentian, ada pengumuman: Kita sudah tiba di stasiun xxx, penumpang di gerbong belakang nomor sekian sampai sekian diharap maju ke gerbong depan nomor sekian sampai sekian. Maklum, kereta kami sangat panjang, peron stasiun tidak cukup.

Di sekitar Cepu, aku melihat bus tingkat Agramas, yang anehnya sangat cepat, bahkan menyamai kereta kami. Sebetulnya, sangat berbahaya mengendarai bus tingkat di jalan raya dengan kecepatan tinggi. Tetapi, supir tidak menghiraukannya, mungkin karena kondisi jalan yang sepi.

Kami sampai di Stasiun Surabaya Pasar Turi pukul 02:30, yang seharusnya pukul 01:00. Kereta kami terlambat karena, jelas penyebabnya adalah tragedi di Bekasi itu. Untung kami masih tiba dibawah pukul 03:00, karena harus mengejar kereta di Stasiun Surabaya Gubeng.

Kami keluar kereta. Anehnya, peron hanya cukup untuk menampung gerbong 15 di pintu depan. Jadi, kami harus maju ke pintu depan (kami duduk di dekat pintu belakang).

Keluar stasiun, ayahku memesan taksi online lagi. Taksi onlinenya tidak datang-datang. Akhirnya, kami memutuskan untuk meneruskan perjalanan naik bentor, yang tidak memiliki lampu dan sangat nyaman, walaupun sempit. Sampai di stasiun tujuan, kami turun dan langsung memberikan Rp.20.000,00 kepada supirnya yang sangat ramah dan santun. Muncul pertanyaan: Kenapa orang daerah lebih ramah dari orang Jakarta? Mungkin karena orang Jakarta sudah terpengaruh orang asing, sebagaimana telah kusebutkan di artikel sebelumnya.
Kami langsung shalat, lalu melakukan boarding. Disini, pemeriksaan tidak menggunakan sinar X, tidak seperti di stasiun keberangkatan di Jakarta. Pukul 03:30, kereta kami yang bernama Kereta Api Probowangi datang. Aku beserta keluarga langsung masuk kedalam kereta. Untungnya, kereta kami terdiri dari 8 gerbong, jadi tidak sulit mencapai gerbong belakang. Untungnya lagi, kami dapat gerbong tengah, jadi tidak menderita di gerbong belakang. Sebenarnya, Probowangi adalah singkatan dari Probolinggo Banyuwangiyang merupakan jurusan lama kereta tersebut. Kenapa ya, namanya tidak diganti menjadi Surawangi(Surabaya Banyuwangi) karena jurusan kereta itu sekarang adalah Surabaya Banyuwangi? Untuk tarif total dari Jakarta ke Banyuwangi adalah Rp 200.000,00 (144.000,00 ditambah 56.000,00).

Perjalanan memakan waktu 7 jam, dan disini relnya masih satu, bukan dua seperti di jalur KA Pantura Jakarta-Surabaya, jadi, kami harus menemui beberapa persilangan. Treknya terjal, kereta melewati beberapa terowongan panjang.

Sampai di Stasiun Banyuwangi Baru pukul 11:30. Tidak ada hambatan seperti di perjalanan pertama. Kami langsung keluar stasiun yang cukup besar tersebut.
Kami langsung menuju pelabuhan dengan berjalan kaki, karena pelabuhan hanya berjarak 200 meter dari stasiun. Disini, pelabuhannya cukup memiliki persamaan dengan yang di Pelabuhan Bakauheni. Mulai dari pedagang yang banyak, truk-truk, bus, dan banyak lagi. Bedanya, disini ada dermaga ponton dan konvensional, tidak seperti di Pelabuhan Bakauheni, yang semuanya konvensional. Ada lagi, yaitu jalan menuju kapal yang ada di dermaga konvensional yang sempit, panjang dan berkelok. Di Pelabuhan Bakauheni, dermaga seperti itu hanya ada di dermaga 5.

Tarif penyeberangan Rp 8000,00 untuk 1 orang, tidak jauh dari tarif Pelabuhan Bakauheni. Ayahku memilih kapal yang sandar di dermaga ponton, karena lebih dekat. Kapalnya, sayang tidak sebagus rata-rata kapal di Pelabuhan Bakauheni. Mengapa? Tidak ada sila ke 5 Pancasila disitu. Dan jawabannya lagi-lagi sama: Orang kaya yang tidak mau bayar pajak, dan aku salah satunya.

Penyeberangan menghabiskan waktu 1 jam. Jarak penyeberangan hanya 5 Km, jauh lebih dekat dari jarak Pelabuhan Bakauheni-Pelabuhan Merak. Sampai disana, kami turun dari kapal dan langsung menuju musala untuk shalat Ashar.
Kami menuju ke terminal bus, dimana seseorang paruh baya memaksa kami untuk menaiki bus yang dimilikinya. Kami pun langsung ikut, antara takut dan mau. Busnya adalah bus kecil, yang berjurusan ke Terminal Mengwi Badung Bali. Perjalanan melewati hutan di dekat Gilimanuk, mungkin kalau di Lampung adalah jalan yang menuju ke Way Kambas. Sangat mirip. Yang berbeda hanya jalannya, di Way Kambas jalannya jalan batu, sedangkan disini adalah jalan aspal yang sangat bagus. Perjalanan menghabiskan waktu 3,5 jam, mungkin sama dengan dari rumahku ke kota Bandar Lampung. Tarifnya 40.000,00, begitu yang aku dapat di sini.

Kami turun di sebuah rumah makan, dan kami memakan sate. Sehabis itu, ayahku langsung memesan taksi online ke penginapan, karena sudah malam. Penginapan yang sangat bagus di bawah bukit.

NB: Tulisan ini bukan bermaksud untuk menghina siapapun yang ada di dunia ini. Jika ada yang salah, silakan komen dibawah.



Sunday, January 19, 2020

Dari Lampung Ke Bali: Asing dan Lokal (Bagian 1)



Malam itu. Ketika sedang berjalan-jalan di sekitar Legian, aku menemukan hal yang sangat tidak biasa di tempatku tinggal. Orang mabuk yang sedang berjalan-jalan, restoran yang dipenuhi orang mabuk.

Di Lampung, dunia malam penuh dengan orang yang saling menyapa dengan santun, orang yang saling membantu.
 Mengapa aku jarang menemukan kegiatan sopan santun yang dilakukan oleh turis asing? Itu bukanlah kultur asli orang-orang pribumi; yang sangat ramah dan santun.

2 bukti lain kutemukan pada siang yang cerah di Pantai Kuta. Aku, yang ketika itu sedang berjalan-jalan di sekitar pantai, tiba-tiba tak sengaja menginjak matras seorang turis asing, lalu turis asing itu berkata sangat kasar kepadaku. Aku sangat merasa terhina dengan ucapan turis itu, terlebih aku baru berusia 10 tahun waktu itu. Di restoran McDonald’s Kuta, tepat di samping mejaku ada seorang turis yang meninggalkan makanan. Makanan tersebut masih belum dimakan dan masih utuh. Entah kenapa turis itu meninggalkan makanan tersebut.

Sikap turis, yang aku sebutkan tadi di atas, memang kebanyakan tidak terlalu baik; walaupun aku menemukan seorang anak bule yang berasal dari Nevada, AS, yang bersikap sangat ramah dan sopan. Aku, yang ketika itu sedang berada di tempat pelatihan judo milik saudara temanku, sangat  terkejut dengan keramahannya. Ternyata tidak semua turis asing yang ada di Bali bersikap tidak baik.

Di seluruh penjuru Bali, aku bertemu orang-orang lokal, yang semuanya ramah ,terkecuali seorang yang memaksa aku dan keluargaku untuk menaiki bus yang dimilikinya.

Aku sedih melihat orang-orang lokal kini mulai terpengaruh sifat orang-orang Barat, khususnya di Jakarta.

Kesimpulannya, orang bule tak semuanya memiliki kepribadian yang buruk, dan orang lokal tidak semuanya memiliki kepribadian yang baik.


NB: Tulisan ini bukan bermaksud untuk menghina siapapun yang ada di dunia ini. Mohon maaf jika ada yang salah di tulisan ini. Jika ada yang salah, silakan komen di bawah.

Sekolah Sugar Group, dari PAUD sampai D3


Sekolah Sugar Group

Halo, hari ini aku akan membagikan kepada kalian tentang sekolahku, yaitu Sekolah Sugar Group.
Sekolah Sugar Group terdiri dari 1 PAUD, 2 TK, 2 SD, 1 SMP, 1 SMA, 1 SMK, dan 1 Politeknik. Sekolahku berdiri di lahan seluas 5 hektare.
Di sekolahku, fasilitas olahraganya sangat lengkap, mulai dari lapangan tenis, bahkan sampai wall climbing.
Ini dia SMA-nya

Image result for smp sugar group
Yang ini SMP-nya
Image result for tk sugar group

Yang ini SD-nya

Image result for sd sugar group

Kalau ini TK-nya
Maaf, gak menemukan fotonya


Dan yang ini SMK/PolTek
Image result for politeknik sugar group



Disini semuanya adalah sekolah swasta, tetapi gratis untuk anak-anak karyawan Sugar Group Companies. Sekolah ini berada di lokasi yang cukup terpencil, di tengah perkebunan tebu, yang lokasinya sekitar 130 km dari Bandar Lampung (3 jam), 90 km dari Kota Metro (2,5 jam), 6 km dari jalan aspal terdekat(10-15 menit), dan 300-350 km dari Jakarta (10-13 jam). Disini fasilitas SMA yang paling bagus. Mulai dari lorong-lorong beratap yang menghubungkan 1 bagian dengan bagian lain, sampai toilet yang ber-AC.
Disini juga ada perumahan untuk guru, semacam apartemen, tetapi hanya memiliki 1 lantai dan biasa disebut SQ (Single Quarter) bagi yang belum menikah. Untuk yang sudah menikah dan punya anak, tersedia perumahan Blok G. Kebetulan aku tinggal di salah satu rumah di Blok G, karena ayah dan ibuku adalah guru.
SQ
Image result for smp sugar group


Blok G


Image result for smp sugar group



Wall Climbing
Image result for smp sugar group
Tampak Atas&Toilet

  
Image result for smp sugar groupImage result for smp sugar group



Mengapa Mendaki Gunung?


Mengapa mendaki gunung?

Menjelang pagi di puncak Cikurai. Saya dan rombongan, tiga orang rombongan lain dari Jakarta Timur dan satu orang pendaki solo dari Jawa Barat berdiri bersama-sama di atas lahan yang tidak lebih luas dari satu buah lapangan sepakbola. Tidak seberapa lama kami menunggu dan langit sedikit demi sedikit menjingga dan semakin terang. Bulatan besar berwarna jingga yang muncul dari timur terus meninggi, dan lautan awan terlihat semakin jelas di sekeliling kami. Dari arah timur, potongan puncak gunung Slamet menyembul menembus awan sementara dari arah barat bagian teratas segitiga Ciremai terlihat lebih besar. Di selatan, garis pantai selatan laut Jawa samar terlihat. Sebuah pemandangan surgawi yang membuat kami semua yang menyaksikannya begitu bersyukur.

Ilustrasi di atas rasanya sudah cukup untuk menjadi alasan mengapa setiap pendaki gunung mau bersusah payah mendaki gunung berjam-jam, membawa bepuluh-puluh kilogram beban di punggung, dan meninggalkan kenyamanan empuknya kasur dengan memilih tidur di tenda. Mendaki gunung memang memberikan keasyikan yang sulit didapatkan dari kegiatan wisata atau olahraga lainnya.

Saya bukanlah seorang pendaki gunung kelas berat. Tidak mesti setahun sekali saya melakukan pendakian, seingat saya, terakhir saya melakukan pendakian adalah bersama teman-teman kantor dua tahun lalu ke Gunung Gede. Pengalaman mendaki begitu menarik bagi saya sehingga jujur saja saya kangen mendaki gunung. Berikut ini kira-kira yang menjadi alasan saya mendaki gunung:

  1. Wisata. Pada dasarnya, wisata adalah usaha manusia untuk memuaskan rasa ingin tahu akan tempat yang belum pernah didatangi. Wisata juga dilakukan untuk membuat suasana rileks dan santai, melarikan diri dari kepenatan aktivitas sehari-hari. Dengan mendaki gunung, saya mendapatkan dua hal itu sekaligus. Bahkan, walaupun gunung tersebut pernah didatangi, pengalaman mendaki gunung yang sama untuk kedua kalinya tetap saja berbeda dan mengasyikkan.

  1. Melatih manajemen. Mendaki tidak hanya sekedar persiapan fisik di rumah, lalu bawa tenda, ransel ukuran raksasa, kantung tidur, makanan lalu mendaki. Butuh perencanaan yang matang agar pendakian berjalan dengan nyaman. Sebelum melakukan pendakian biasanya ada perhitungan-perhitungan yang terkait dengan manajemen makan, perlengkapan kelompok, manajemen waktu, transportasi, dan perizinan.

  1. Belajar sabar. Pendakian yang sangat melelahkan akan membuat pertarungan di dalam diri setiap pendaki untuk melawan lelah dan memotivasi diri agar bisa sampai puncak. Seringkali hal ini tidak berjalan mulus, karena bisa jadi pada saat kondisi tubuh kita masih fit, ternyata ada satu orang teman kita yang tidak bisa melanjutkan perjalanan, sehingga kitapun harus ikut tidak melanjutkan perjalanan. Memang yang terpenting dalam pendakian bukanlah puncak, tapi proses untuk mengalahkan diri sendiri.

  1. Pengalaman batin. Mendaki gunung menjanjikan paket lengkap wisata fisik dan batin bagi yang melakukannya. Melihat keindahan hutan, mencium bau hujan yang bercampur humus, dan pemandangan surgawi di puncak, membuat kita kesulitan sama sekali dalam membuat daftar hal-hal yang membuktikan bahwa Tuhan itu tidak eksis.

Pasti ada lebih banyak lagi alasan kenapa seseorang mendaki gunung yang bisa dituliskan oleh pendaki lain. Pengalaman mendaki gunung tidak pernah tergantikan, karena seperti kutipan terkenal dari seorang pendaki legendaris, George Mallory ketika ditanya mengapa ingin mendaki gunung Everest, jawabannya adalah: Because it’s there. Sederhana, tetapi memiliki makna yang sangat dalam.


PS: Ini bukan tulisanku. Ini adalah tulisan ayahku.


Saturday, January 18, 2020

Alat-Alat untuk Memanjat Tebing




Halo, hari ini aku akan berbagi kepada temen-temen semua tentang alat-alat untuk memanjat dinding vertikal.

     Harness

Image result for harness simond



Harness adalah alat yang sangat wajib dipakai pada saat pemanjatan. Temen-temen sangat wajib memakai harness, karena ini adalah penahan jatuh kalian. Hati-hati saat memilih harness, saranku, temen-temen memilih yang asli saat membeli, jangan yang kw, karena yang kw biasanya tidak se-aman harness asli. Pilihlah merek yang sudah terpercaya, seperti Simond, Beal, Petzl, atau Eiger. Merek-merek ini memang harganya cukup tinggi, tetapi jika dibandingkan dengan nyawa teman-teman, mendingan mana?

      Sepatu Khusus untuk Panjat Tebing


Image result for sepatu panjat tebing simond

Sepatu ini sangat disarankan, karena menambah grip/traksi pada kaki temen-temen pada saat pemanjatan. Biasanya pemanjat-pemanjat selalu memakainya di saat pemanjatan.  Sepatu ini harganya kurang lebih sama dengan harness, dan harga tergantung merek.

      Chalk Bag

Image result for chalk bag simond



Chalk Bag adalah tas yang dibawa memanjat dan berisi kapur magnesium, yang akan mencegah tangan temen-temen berkeringat saat memanjat (tapi jangan dipakai untuk ketiak ya ^_^).  Sangat kusarankan membawa tas ini saat memanjat. Harganya cukup murah, dengan Rp 100.000 sudah mendapat chalk bag yang kualitasnya bagus.

    Tali Kernmantle


Image result for tali panjat tebing decathlon


Tali ini adalah nyawa temen-temen, jadi temen-temen sangat sangat wajib memakainya.  Tali ini dipakai dengan mengikat simpul 8 yang terpasang langsung ke harness, atau mengikatkan simpul 8 lalu memasangkan karabiner di antara harness dan tali. Mengapa simpul 8? Karena ini adalah simpul terkuat yang ada di jenis-jenis simpul yang telah ditemukan. Tali ini ada 2 jenis, yaitu tali statis dan tali dinamis. Sangat disarankan untuk memilih tali dinamis, karena tali inilah yang paling aman.  Tali standar panjangnya  50 meter, dan ada beberapa jenis diameter, dari 8 mm sampai 30 mm.  Tali dengan diameter kecil sangat cocok untuk pemanjatan Speed, karena memiliki friksi yang kecil.  Tali dengan diameter besar sangat cocok untuk pemanjatan Lead, karena memiliki friksi yang lebih besar.

      Karabiner

Image result for karabiner simond

Karabiner adalah alat yang digunakan  untuk mempermudah pemasangan tali diantara simpul 8 dan harness. Karabiner jenisnya beragam, ada yang tanpa kunci (biasanya digunakan untuk free climbing sebagai penahan tali), dan ada yang dengan kunci. Karabiner dengan kunci dibagi lagi menjadi 2, yaitu autolock dan non-autolock. Karabiner harus kuat dan tidak mudah patah. Di pasaran, harganya berkisar sekitar Rp 50.000 sampai Rp 300.000.  Harga tergantung jenis dan merek.
Image result for simpul 8 panjat


 Simpul 8 untuk pemanjatan.