Perpustakaan adalah jantung dari kegiatan
pendidikan. Begitulah seharusnya, walaupun itu masih belum terjadi sepenuhnya
di dunia pendidikan kita. Dengan adanya dana BOS yang disalurkan oleh
pemerintah, peluang untuk menciptakan perpustakaan yang memadai sangat besar.
Kendala utama dalam hal ini adalah sedikitnya tenaga pustakawan yang terdidik
dan terlatih yang bekerja di sektor perpustakaan sekolah, khususnya sekolah
dasar dan TK. Berikut ini adalah beberapa tips, berdasarkan pengalaman dan
latar keilmuan saya, dalam membangun perpustakaan sekolah.
1.
Pengadaan
Pengguna utama
perpustakaan sekolah adalah murid dan guru. Bahan pustaka yang dikoleksi oleh perpustakaan
sudah seharusnya mampu mengakomodasi kebutuhan informasi penggunanya. Berikut
ini adalah bagan koleksi perpustakaan sekolah secara umum:
Sekolah perlu membuat tim
untuk proses seleksi bahan pustaka. Tahap pembuatan Silabus, RPP atau perangkat
kurikulum pengajaran adalah waktu yang tepat untuk melakukan seleksi bahan
pustaka untuk mendukung kegiatan pengajaran.
Bahan pustaka di sini
diartikan dalam arti luas, maksudnya bentuk informasinya tidak hanya berbentuk
buku, tetapi bisa audio-visual, poster, dsb.
2.
Skema pengelompokkan
buku
Perpustakaan seharusnya
membangun sistem yang memudahkan pengguna untuk menemukan buku yang mereka
cari. Semakin sederhana semakin baik. Pengelompokan ini penting untuk
ditentukan dari awal dan didiskusikan dengan pihak manajemen sekolah. Setiap
sekolah bisa membuat skema yang bisa disesuaikan dengan keadaan sekolah
masing-masing. Saya memberikan contoh skema klasifikasi yang kerap
diaplikasikan pada sekolah-sekolah.
Hal pertama yang dilakukan
adalah menentukan jenis koleksi mana yang boleh dipinjam dan yang tidak boleh
di pinjam oleh siswa. Jika kita melihat bagan di atas, biasanya siswa hanya
diperbolehkan untuk meminjam buku fiksi dan non-fiksi saja, sementara bahan
pustaka lainnya hanya bisa dibaca di tempat atau tidak boleh diakses sama
sekali.
Jika kita meminjam buku di
perpustakaan, klasifikasi/kelompok buku yang kita pinjam akan terlihat dari
label buku yang terdapat pada punggung bukunya. Dalam prakteknya, setiap
kelompok buku akan memiliki prefiks (kode) tersendiri. Selain itu, untuk
memudahkan siswa, bisa ditambahkan dengan penggunaan warna pada label bukunya. Berikut
ini adalah skema pengelompokan buku yang bisa diterapkan:
·
Buku Fiksi
Buku fiksi dipisahkan menjadi dua: easy fiction dan
fiction. Setelah prefiks, klasifikasi yang digunakan pada buku fiksi adalah 3
abjad nama keluarga pengarang (family name)
Easy fiction (E) adalah
buku cerita yang didominasi oleh gambar yang besar yang terdiri dari kira-kira
satu atau 3 kalimat di setiap halamannya. Pembaca buku ini adalah siswa TK s.d.
siswa kelas 3 SD.
Fiction (F) adalah buku
fiksi yang didominasi oleh teks dengan jumlah kalimat yang cukup banyak.
Pembaca buku ini adalah siswa kelas 4 ke atas.
Misalnya buku berjudul Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, maka akan
memiliki label pada bukunya adalah:
FIC
|
Prefiks untuk koleksi Fiction, dengan warna hijau
|
HIR
|
3 Abjad Pertama dari nama keluarga pengarang. Untuk nama pengarang
Andrea Hirata, akan memiliki klasifikasi HIR
|
·
Buku Non-Fiksi
Buku non-fiksi adalah buku yang berisikan informasi/
pengetahuan umum. Untuk buku jenis ini ini digunakan klasifikasi Dewey dalam
pemrosesan bukunya. Berikut ini adalah contoh label buku non-fiksi: Misalnya
ada sebuah buku
matematika yang dikarang oleh Agus Wahyudi,hehehe, ini
misal saja
510
|
Nomor klasifikasi Dewey untuk matematika
|
WAH
|
3 Abjad Pertama dari nama akhir pengarang
|
Nomor klasifikasi Dewey adalah penomoran umum yang
digunakan dalam pengklasifikasian buku-buku non fiksi. Sekolah anda bisa menggunakan
software E-DDC yang dikembangkan oleh……Anda bisa mendownloadnya disini.
Jika sekolah anda
menggunakan Bahasa Inggris, dan perpustakaan anda menggunakan Bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar, maka website ini akan sangat membantu anda.
Untuk jenis koleksi
selanjutnya anda bisa mengembangkannya sendiri.
3.
Gunakan Software
Perpustakaan
Saat ini tersedia banyak
sekali software manajemen perpustakaan yang bisa diunduh secara gratis.
Software SLiM (Senayan Library Management) adalah yang paling saya
rekomendasikan. Asli buatan Indonesia ,open source, dan masih terus berkembang. Software tersebut
dapat anda download di sini. Software tersebut sangat membantu anda dalam hal: manajemen keanggotaan, sirkulasi,
report, dsb.
4.
Gunakan
Shelfmarker/penanda rak
Pembatas buku menandai
halaman tertentu pada buku.Shelvemarker/penanda rak menandai posisi buku pada
rak. Setiap shelf marker ditempeli nomor atau gambar yang berbeda dan akan
dibawa oleh siswa yang masuk ke perpustakaan. Shelfmarker ini diletakkan pada
posisi buku yang diambil siswa untuk dibaca, sehingga siswa tahu letak
shelfmarker tersebut jika ia ingin mengembalikan bukunya kembali ke rak. Menghemat
tenaga dan waktu, bukan?
5.
Kegiatan di perpustakaan
Perpustakaan akan lebih
hidup jika ada banyak kegiatan yang memiliki misi kampanye membaca buku. Setiap
kelas, setidaknya satu minggu sekali, seharusnya memiliki waktu rutin pergi ke
perpustakaan. Selain itu, perpustakaan juga bisa mengadakan kegiatan
mendongeng,klub buku, putar film, kuis mingguan, dsb.
Waktu khusus, seperti hari
buku anak dunia yang jatuh setiap tanggal 2 April, bisa dijadikan momen untuk
diselenggarakannya berbagai acara menarik. Sebagai contoh, di sekolah saya
diadakan sebuah festival perpustakaan untuk memperingati hari buku anak dunia.
Pada acara tersebut diadakan mendongeng bersama guru, kuis harian, dan
mendekorasi pintu kelas seperti sampul buku.
6.
Pengembangan koleksi
Fiksi vs non-fiksi
Sepertinya masik banyak
sekolah-sekolah di setiap jenjang di Indonesia yang menitikberatkan koleksi
bahan pustakanya hanya pada buku-buku non-fiksi. Padahal, disarankan untuk di
tingkat SD, perbandingan buku fiksi dan non-fiksi adalah 60 % : 40 %. Jadi
banyak-banyaklah sekolah anda menyediakan buku-buku cerita yang menarik untuk
murid anda.
Rasio buku tersedia per
murid
Di sekolah-sekolah di
Amerika, rasio rata-rata buku per murid adalah 1:25. Artinya, tersedia 25 buku
untuk setiap siswa (item per pupil). Mungkin masih terlalu jauh untuk
perpustakaan sekolah di Indonesia, tetapi setiap sekolah bisa menargetkan
jumlah rasio tertentu, sehingga sekolah mampu membuat perencanaan yang terukur
mengenai jumlah buku yang akan disediakan.
PS: Ini tulisan ayahku, bukan tulisanku
No comments:
Post a Comment